Kepala DPPKB Achmad Junaidi Puji Langkah Disdikbud Kutim
Melalui kehadiran aplikasi Learning Management System (LMS) di Kutim, akan semakin mempercepat laju pendidikan di Kutim.

SANGATTA,deltamahakam.co.id-Pemerintah Kabupaten Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutim menggelar Kursus dan Pelatihan Program Pendidikan Kecakapan Wirausaha pada Rabu (29/5/2024).
Acara ini sekaligus me-Launching video clip paduan suara “Cap Jempol” dan penyerahan sertifikat KHI dalam rangka sosialisasi implementasi program pendidikan nonformal tahun anggaran 2024.
Dalam agenda tersebut Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutim Achmad Junaidi juga turut hadir dan menyampaikan bahwa Buku Inovasi Layanan “Cap Jempol” berisi enam bab. Menceritakan keberhasilan dan perjalanan Cap Jempol di Kutim.
“Intinya buku ini berisi tentang cara pelayanan jemput bola. Pelayanan kepada masyarakat dalam dunia pendidikan khususnya kesetaraan,” ucap mantan Kepala Bidang PAUD dan SNF Disdikbud Kutim itu.
“Banyak menceritakan langkah-langkah atau tahap-tahap Cap Jempol itu seperti apa. Termasuk progresnya juga,” sambung Junaidi di hadapan awak media usai pembukaan kegiatan.
Ia menyebut buku tersebut di dalamnya termasuk adanya progres atau rekam jejak pendidikan Kutim. “Dari 4.227 anak tidak sekolah (ATS) di Kutim pada awal kita beluma melakukan layanan inovasi,
“Cap Jempol” itu, setelah satu tahun ajaran kita berjalan, hampir 700 anak-anak Kutim kita jemput melalui lokus-lokus pondok pesantren,” ucapnya.
Ditambahkannya, melalui kehadiran aplikasi Learning Management System (LMS) di Kutim, akan semakin mempercepat laju pendidikan di Kutim.
“Itu yang bisa kita pertanggungjawabkan secara nasional. Nahh ini baru satu tahun kita berjalan. Artinya dulu kita manual hampir seribu kita jemput.”
“Sekarang ada lagi LMS-nya. berarti double, secara manual kita tetap jalan, secara aplikasi kita tetap jalan. Dengan adanya dampingan aplikasi ini, lompatan anak-anak yang drop out, tidak lulus di Kabupaten Kutai Timur itu semakin mengecil lagi,” tambahnya.
Ia menyebut, program pendidikan nonformal dikatakan berjalan dengan maksimal bukan dilihat dari berapa banyak muridnya. Namun seberapa mampu anak didik meningkatkan skill-nya.
“Seperti dikatakan Kadis tadi, bahwa program pendidikan nonformal itu dikatakan berhasil, bukan jumlah muridnya banyak. Tapi kalau muridnya semakin tahun semakin mengecil, berarti semakin habis. Maka skill-nya kita tingkatakan melalui program khusus pelatihan melalui program UMKM dan seterusnya,” pungkasnya. (ADV)