Kutai TimurSangatta

LBMS Habitat Buaya Badas Hitam dan Bekantan – Dapat Penghargaan Kalpataru 2023, Terus Dikembangkan Pemanfaatannya

Kunci utama yang dilakukan dalam kegiatan Rapat Koordinasi Forum Pengawasan Kawasan Ekosistem Penting Lahan Basah Mesangat Suwi (LBMS), harus berdampak nyata dengan penguatan ekonomi masyarakat lokal.

SANGATTA,deltamahakam.co.id-Lahan Basah Mesangat Suwi (LBMS) merupakan habitat Buaya Badas Hitam (Crocodylus Siamensis) dan Bekantan (Nasalis Larvatus), tak hanya itu kawasan ini juga merupakan sumber perikanan air tawar bagi masyarakat.

Sehingga tak salah jika Dinas lingkungan Hidup (DLH) dan TFCA (Tropical Forest Conservation Action) Kalimantan yang telah bekerjasama dan memasuki tahun ketiga memiliki beberapa output program dikawasan tersebut.

Mulai dari penguatan komitmen seluruh pihak yang terlibat dalam Forum Pengawasan Kawasan Ekosistem Penting LBMS. Lalu penambahan data melalui kajian-kajian yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan jangka panjang. Serta penyusunan rencana aksi dan panduan pengelolaan habitat buaya badas dan bekantan hingga penguatan masyarakat lokal.

Kunci utama yang dilakukan dalam kegiatan Rapat Koordinasi Forum Pengawasan Kawasan Ekosistem Penting Lahan Basah Mesangat Suwi (LBMS), harus berdampak nyata dengan penguatan ekonomi masyarakat lokal. Hal ini ditegaskan Bupati Ardiansyah Sulaiman pada saat membuka acara Rakor di Ruang Arau Kantor Bupati, Senin (21/8/2023).

“Itu yang menjadi tujuan, meskipun esensi lainnya terkait terkoordinasinya kegiatan-kegiatan ekologi sehingga tidak merubah ekosistem yang ada. Namun masyarakat tetap mendapatkan dampak positif, baik dalam hal ekonomi dan lain-lain,” tegas Bupati.

Dalam kacamata orang nomor satu di Kutim tersebut, Rakor terkait LBMS yang digagas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) teramat penting untuk dilakukan. Terlebih Kalimantan Timur dengan The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) telah banyak mendapatkan hasil yang nyata, berupa komitmen dari pihak dunia.

Sehingga terkait pengelolaan lahan basah di Kecamatan Long Mesangat dan Muara Ancalong juga terdapat didalam komitmen tersebut. Karena dari tiga jenis hutan yang mampu untuk menurunkan emisi, pertama hutan lahan gambut, hutan mangrove, serta ketiga jenis hutan pada umumnya.

“Konsep LBMS ada pada semua, mulai dari pengelolaan lahan basah dan lahan kering. Apalagi disana hidup beberapa satwa baik buaya badas hingga bekantan yang ada di dua kecamatan di Kutim tersebut,” terang Bupati.

Sementara itu Kepala DLH Armin Nazar menyebutkan kawasan Mesangat dan Suwi mendapatkan perhatian serius, terbukti dengan dilakukannya survei, penelitian, kajian-kajian vegetasi, hidrologi, sosial ekonomi. Yang bahkan melibatkan mahasiswa dan dosen dari Universitas Mulawarman dan Stiper Sangatta, hingga para ahli dan pakar.

“Bahkan untuk lebih terintegrasi sedang dilakukan analisa permodelan sosio-ekologi guna memahami keterhubungan, dimana untuk menggantikan rencana aksi tahun 2019-2023 yang telah habis masa berlakunya maka dilakukan penyunan rencana aksi pengelolaan kawasan LBMS 2024-2028,” terang Armin dihadapan peserta rakor.

Pengelolaan LBMS yang melibatkan YASIWA (Yayasan Konservasi Khatulistiwa Indonesia) – Yayasan Ulin tersebut, bahkan telah mendapatkan penghargaan Kalpataru 2023 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tak hanya itu dari assessment PT Sawit Sukses Sejahtera, maka ditambahkan 595 hektar lahannya menjadi ekosistem penting. Sehingga total lahan bertambah dari 13.570 hektar menjadi 14.165 hektar.

“Berdasarkan luasan baru tersebut maka lantas dituangkan dalam draf Surat Keputusan (SK) Bupati Kutim tentang penetapan kawasan ekosistem LBMS, serta SK Pembentukan Forum Pengawasan Kawasan Ekosistem Penting Lahan Basah Mesangat Suwi,” tutup Armin. (*/Kominfo Kutim)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button