Mengikuti Studi Komparasi Pemdes Tepian Langsat Ke Ponggok dan Sambirejo – “Maksimalkan SDA Lebih Berdaya, Secara Swadaya Ubah Keterpurukan Jadi Cuan”

KLATEN,deltamahakam.co.id-Keberhasilan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Ponggok “Tirta Mandiri” yang pernah mendapat label, BUMDes terbaik tingkat nasional, tentunya menjadi salah satu alasan banyak Pemerintah Desa di Indonesia yang mengembangkan BUMDes untuk menimba ilmu. Apalagi BUMDes Ponggok Tirta Mandiri yang merupakan milik Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah sudah menjadi “mesin uang” bagi pemerintah desa setempat. Kemudian dinyatakan sebagai BUMDes terbaik karena dulu sebelum ada BUMDes, Desa Ponggok masuk desa zona merah atau miskin. Tapi sekarang berkat BUMDes bisa menjadi desa dengan tingkat ekonomi cukup maju.
Latar belakang itulah yang akhirnya membuat Pemerintah Desa Tepian Langsat berniat belajar dari Desa Ponggok. Sehingga nanti bisa meniru keberhasilan tersebut. Dalam studi komparasi ke Ponggok Jumat (16/9/2022) ini, Kades Tepian Langsat Zeky Hamzah mengajak Ketua Koperasi desa setempat.
Meski kantornya terlihat cukup sederhana, namun BUMDes Ponggok Tirta Mandiri terbukti mampu menjadi “ladang cuan” (uang, red) bagi Desa Pongok. Sejak dirintis tahun 2009 lalu, BUMDes ini sekarang tiap tahunnya sudah mampu menyumbang pendapatan miliaran rupiah ke kas Desa Pongok. Bahkan dari salah satu unit usahanya saja, per kepala keluarga (KK) di Desa ini, kini memiliki saham masing-masing Rp 5 juta.
dari www.balitribune.co.id awalnya BUMDes Ponggok Tirta Mandiri dirintis sebagai usaha perdagangan pakan ikan dan pinjaman modal bagi masyarakat. Kemudian, dikembangkan ke sektor pariwisata Umbul Ponggok sebagai wahana rekreasi. Dengan semangat dan tekad yang kuat, BUMDes ini terus mengembangkan sayap dengan membangun unit-unit usaha baru. Kini BUMDes Tirta Mandiri telah memiliki belasan unit usaha. Enam unit usaha diantaranya sudah berbentuk PT yang menyumbang pendapatan cukup besar untuk Desa Ponggok. Awalnya BUMDes hanya bergerak dibidang simpan pinjam.
BUMDes Ponggok Tirta Mandiri dinobatkan sebagai BUMDes terbaik tingkat nasional dengan bisnis inti adalah wisata air berupa Umbul Ponggok yang menyediakan berbagai permainan air. Didukung letak yang cukup strategis dari Kelurahan Ponggok yang berada di lintas Klaten-Boyolali. Akses penghubung menuju Semarang, Ibukota Propinsi Jawa Tengah. Selain dari Pariwisata, BUMDes Ponggok Tirta Mandiri juga menyediakan layanan Jasa keuangan, fasilitas Air bersih, hingga usaha persewaan. Berkat kerja keras Kepala Desa Ponggok, pengelola dan tokoh masyarakat BUMDes sudah bisa menghasilkan miliaran rupiah. Tahun 2017 pendapatan BUMDes tercatat Rp 14,2 miliar. Untuk setoran ke kas desa lebih Rp 1,2 miliar.
Setelah dari Ponggok, rombongan menyempatkan waktu berkunjungan ke Desa Wisata Sambirejo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman. Desa kedua yang dikunjungi ini tak kalah menarik. Sebelum menjadi desa wisata, Sambirejo menjadi salah satu desa miskin dan tertinggal. Desa Sambirejo berada di perbukitan, sehingga untuk mendapatkan air sangatlah sulit. Ketebalan tanah hanya 10 sentimeter sampai 2 meter. Jadi ketika digali, pada posisi tersebut tidak ditemukan apa-apa. Jangankan air, yang ditemukan hanya batu.
Pernah ditulis oleh www.kompas.com Sambirejo secara umum adalah daerah batu bertanah bukan tanah berbatu. Warga seolah-olah menempati atau hidup di pot raksasa. Kondisi tersebut membuat masyarakat Desa Sambirejo kesulitan untuk bertani dan beternak. Kalaupun bertani, mereka menjadi petani musiman. Banyak warga Sambirejo yang lantas memilih keluar kota DIY untuk bekerja. Pekerjaan mereka di sana salah satunya menjadi buruh bangunan. Dulu banyak warga yang turun ke kota – kota seperti Jakarta, Surabaya hingga Bandung. Bahkan ada yang transmigrasi, karena di sini potensi tidak meyakinkan bagi mereka untuk masa depan. Pada kisaran 1980-an, di Desa Sambirejo terdapat pertambangan batu kapur. Pertambangan ini dilakukan oleh masyarakat.
Sejumlah warga yang masih bertahan di Desa Sambirejo kemudian melihat adanya potensi wisata dari lokasi bekas pertambangan batu kapur yang terbengkalai tersebut. Lokasi tambang tersebut kemudian dipoles dan ditata agar menjadi menarik wisatawan. Hingga pada 2015 diluncurkan destinasi wisata Tebing Breksi di Desa Sambirejo, Prambanan Sleman 15 Mei 2015 oleh Ngarso Dalem Sri Sultan HB X. Setelah itu menjadi destinasi wisata dan destinasi pendidikan. Karena berkaitan dengan geoheritage yang harus dilindungi. Tebing Breksi menjadi destinasi pertama di Desa Sambirejo. Destinasi ini pun banyak diminati wisatawan baik dari DI Yogyakarta (DIY) atau luar kota.
Seiring semakin dikenalnya dan berkembangnya Tebing Breksi, dikembangkan menjadi desa wisata. Berbagai destinasi wisata yang dikembangkan antara lain Air Terjun Tritis, Goa Nepen, Spot Riyadi, Embung Pandanrejo dan Embung Sumberwatu. Pendapatan Asli Desa (PAD) Sambirejo dahulu sangat rendah. Pada 2014 hanya sebesar Rp 10 juta per tahun. Namun setelah ada desa wisata salah satunya Tebing Breksi pada 2019 PAD murni Sambirejo tembus Rp 1 miliar.
Memang tidak mudah mengubah pola pikir masyarakat. Namun dengan edukasi dan semangat untuk berubah, masyarakat sekarang telah menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan. Warga masyarakat saat ini turut merasakan dampak positif dari hadirnya desa wisata. Mereka bisa berjualan di lokasi wisata, membuat souvenir dan memproduksi makanan untuk oleh-oleh. Bahkan saat ini ada beberapa rumah warga sudah disiapkan menjadi homestay. “Homestay” dan bisa menjadi pemandu wisata.
“Tujuan dan kenapa berkunjung ke Desa Ponggok (Klaten) dan Desa Sambirejo (Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman) adalah karena Ponggok dan Sambirejo merupakan dua desa yang berhasil mengelola keterpurukan dan kemiskinan di desanya dengan cara swadaya. Mengadopsi pola kemitraan dengan pihak ketiga. Memaksimalkan potensi SDA (sumber daya alam, red) dan SDM (sumber daya manusia, red) yang ada,” jelas Kades Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon Xeky Hamzah usai kunjungan.
Dia melibat Pemerintah Desa setempat telah mengelola potensi yang ada hingga menghasilkan PADes yang besar. Hal tersebut lantas memberi peluang usaha dan ketenagakerjaan bagi warga sekitar. Zeky menyebut, Desa Tepian Langsat khususnya dan desa-desa di Kutim saat ini masih membutuhkan referensi-referensi dalam membuat atau memproyeksikan sebuah inovasi. Untuk kemudian dijadikan program desa, supaya desa menjadi lebih mandiri dan maju. Dengan progres yang lebih terintegrasi dan realistis. Tentunya dengan catatan banyak potensi SDA atau perusahaan-perusahaan yang ada dapat lebih dioptimalkan. Demi meningkatkan nilai ekonomis bagi masyarakat dengan memaksimalkan potensi desa sesuai karakterisitiknya masing-masing.
“Beberapa hal yang dapat diadopsi (dari studi komparasi) adalah dunia pemberdayaan dan pembangunan desa di dua desa tersebut dapat direalisasikan. Dikarenakan ada kesadaran masyarakat, leadership, pendampingan dan adanya fasilitator serta sistem yang dibangun secara sederhana serta bertahap, ternyata mampu membuat sebuah visi dan misi yang tinggi. Pada akhirnya semua program dapat di implementasikan secara baik, efesien dan efektif,” jelas Zeki.
Setelah kunjungan dengan hasil berupa ilmu positif tersebut, Zeki berencana ke depan segera melakukan percepatan pembangunan desa wisata di Tepian Langsat. Prosesnya tentu dengan melibatkan Pemerintah Desa dan BUMDes, Koperasi, masyarakat serta stakeholder yang ada untuk berkolaborasi. Dengan di dukung APBD maupun APBN dan pihak ketiga seperti konsultan, BUMN hingga perusahaan swasta.
“Melalui kolaborasi tersebut, diharapkan ke depan Tepian Langsat dengan program pengembangannya menjelma sebagai desa yang maju dan mandiri dengan masyarakat yang sejaktera. Karena didukung PADes yang mumpuni. Semuanya didasari dengan kebersamaan dengan moto bersama membangun desa,” tambahnya. (*/kopi3)