Menkeu Tegaskan Optimalisasi Dana Desa untuk Lindungi Masyarakat Paling Miskin
JAKARTA,deltamahakam-Dalam rangka optimalisasi penggunaan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Dana Desa dan pencapaian target penerima manfaat Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa serta penanggulangan kemiskinan ekstrem, dilakukan pengaturan minimal 40 persen Dana Desa untuk BLT Desa dan perluasan kriteria penerima BLT Desa.
Penentuan BLT Desa sebesar 40 persen dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022 didasarkan pada hasil kesepakatan Panitia Kerja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (Panja TKDD) Pemerintah dan Badan Anggaran DPR dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Tahun 2022.
Namun, menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pengalokasian ini berlaku fleksibel. Rambu-rambu umum optimalisasi penggunaan dana desa adalah tetap melindungi yang paling miskin. Sehingga, rakyat yang paling rentan miskin harus mendapatkan perlindungan.
“Makanya, memang kami mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 190/PMK.07/2021 mengenai pengelolaan Dana Desa dan penetapan rincian Dana Desa di setiap desa. Meskipun Perpres-nya sudah membuat policy besarnya, di PMK kami bisa memberikan exit-nya,” ungkap Menkeu pada Rapat Kerja Komite IV DPD RI, Senin (24/01/2022).
Fleksibilitas penggunaan BLT Desa dapat disetujui oleh Bupati atau Wali Kota. Penentuan realokasi mempertimbangkan rekomendasi dari pemerintah daerah (pemda). Hal ini dikarenakan masing-masing kepala daerah mengetahui situasi dan kondisi desanya dalam kebutuhan BLT Desa.
“Perubahan Dana Desa untuk tidak dipakai BLT kalau memang desanya itu sudah makmur ya tidak apa-apa, silahkan nanti bilang sama bupatinya di-approve. Jadi bahkan enggak perlu harus sampai ke Presiden atau ke saya,” tegasnya.
Menkeu berharap meski daerah diberikan fleksibilitas penggunaan BLT Desa, namun tetap harmoni dengan semangat APBN untuk melindungi masyarakat. APBD ikut serta melakukan fungsi menjaga masyarakat dari dampak negatif pandemi COVID-19 yang bukan hanya di sisi kesehatan, tapi juga ketidakmerataan atau kesenjangan yang semakin besar. (HUMAS KEMENKEU/UN)